Pemahaman dan pengertian
Tentang menggunakan Jimat
Dihalaman lain sudah
dijelaskan mengenai
pemahaman menggunakan jimat
supaya tidak sesat dan
syirik .Hukum Jimat atau
Menggantungkan Jimat, dan
Pertanyaan Saudara dijawab
tuntas di halaman ini.
Apakah
boleh menggunakan jimat?
Ada pengalaman pribadi dari
kline kami yang akan memahar
jimat ,namun sebelum memahar
teryata klien kami ini
pernah membaca kitab
At-Tauhid dan beberapa buku
lain tulisan Bilal Filibis.
Memang ada sebagian hadits
dalam Al-Muwattha yang
membolehkan sebagian bentuk
jimat.
Pengertian Jimat
Tamaa-im (jimat) adalah
jamak dari tamimah. Yaitu
yang biasa dikalungkan di
leher anak kecil atau orang
besar, atau digantungkan di
rumah-rumah dan dimobil,
atau yang ditaruh di dompet terbuat dari permata atau
tulang untuk menolak bala
khususnya dari serangan
hipnotis, atau untuk
mendapatkan manfaat.
Berikut ini pendapat para
ulama berkaitan dengan jimat
atau tama-im:
1. Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab berkata;
"Ketahuilah! Bahwa para
ulama dari kalangan Sahabat
dan Tabi'ien serta generasi
sesudah mereka berbeda
pendapat tentang bolehnya
mengalungkan jimat yang
berasal dari Al-Qur'an atau
Asma dan sifat Allah.
Segolongan menyatakan boleh,
yakni pendapat dari Abdullah
bin Amru bin Aash dan yang
lainnya. Itulah yang
pendapat yang jelas dari
Aisyah. Demikian juga
pendapat Abu Ja'far Al-Baaqir
dan Ahmad dalam satu riwayat.
Mereka memahami larangan
dalam hadits tersebut adalah
terhadap bentuk jimat yang
mengandung syirik. Adapun
yang berasal dari Al-Qur'an
atau asma dan sifat Allah,
maka sama saja hukumnya
dengan ruqyah (jampi-jampi)
menggunakan Al-Qur'an atau
Asma dan Sifat Allah
tersebut.
Segolongan lain menyatakan
bahwa mengalungkan jimat itu
tidak boleh. Itu adalah
pendapat Ibnu Mas'ud dan
Ibnu Abbas, juga merupakan
pendapat yang jelas dari
Hudzaifah, Uqbah bin Amir
dan Ibnu Aqim. Pendapat ini
juga diambil oleh banyak
kalangan Tabi'in, di
antaranya adalah para
sahabat Ibnu Mas'ud dan juga
Ahmad dalam satu riwayat
yang dipilih banyak kalangan
sahabat beliau. Kalangan Al-Mutaakhirin
juga banyak mengambil
pendapat tersebut. Mereka
beralasan dengan hadits
tersbut dan yang senada
dengan hadits itu. Karena
secara zhahir hadits itu
bermakna umum, tidak
membedakan antara jimat yang
berasal dari Al-Qur'an atau
berasal dari selain Al-Qur'an.
Lain halnya dengan ruqyah
atau jampi-jampi, memang
dibedakan antara keduanya.
Pendapat itu dikuatkan lagi
dengan kenyataan bahwa para
Sahabat yang meriwayatkan
hadits-hadits tersebut
mendudukkan hadits-hadits
itu dengan maknanya yang
umum, sebagaimana riwayat
terdahulu dari Ibnu Mas'ud.
Abu Dawud meriwayatkan dari
dari Isa bin Hamzah bahwa ia
menceritakan: Saya pernah
menemui Abdullah bin Ukaim.
Kala itu ia sedang demam.
Aku berkata: "Kenapa tidak
engkau kalungkan saja
jimat?" Beliau berkata:
"Na'udzu billah min dzalik.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
"Barangsiapa yang
mengalungkan jimat, maka ia
akan disandarkan kepada
jimat tersebut.."
Demikianlah perbedaan
pendapat para ulama
berkaitan dengan
mengalungkan jimat dari
Al-Qur'an atau nama dan
sifat Allah. Sekarang
bagaimana lagi dengan
bid'ah-bid'ah yang terjadi
kemudian seperti jampi-jampi
dengan menggunakan nama-nama
syetan dan yang lainnya,
lalu mengalungkannya. Bahkan
ditambah lagi dengan
kebergantungan dengan
syetan-syetan itu, meminta
perlindungan dari mereka dan
menyembelih untuk mereka,
meminta mereka untuk selamat
dari bahaya atau untuk
mendapatkan manfaat tertentu
yang jelas-jelas merupakan
perbuatan syirik yang murni.
Demikianlah yang menjadi
kebiasaan umumnya manusia,
kecuali yang diselamatkan
oleh Allah. Renungkanlah
yang disabdakan oleh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan pendapat sekalian
para Sahabat dan Tabi'ien,
demikian juga yang
dinyatakan oleh para ulama
sesudah mereka dalam
persoalan tersebut atau
dalam persoalan-persoalan
lain dalam buku ini.
Kemudian lihatlah apa yang
dikerjakan oleh generasi
belakangan. Akan tampak bagi
kita betapa asingnya ajaran
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sekarang
ini pada segala sisinya.
Wallahu musta'an." (Taisirul
Azizil Hamied) hal. 136-138)
2. Syaikh Haifz Hukmi
mengungkapkan:
"Apabila jimat itu berasal
dari ayat-ayat Al-Qur'an
yang jelas, atau berasal
dari hadits-hadits yang
jelas, masih ada perbedaan
pendapat yang kental di
kalangan para ulama As-Salaf
dari kalangan Sahabat,
Tabi'ien dan generasi
sesudah mereka tentang boleh
tidaknya. Sebagian mereka
membolehkanya. Pendapat itu
diriwayatkan dari Aisyah
Radhiallahu 'anha, Abu
Ja'far Muhammad bin Ali, dan
yang lainnya. Sebagian lagi
menahan diri, yakni
membencinya dan
menganggapnya tidak boleh.
Di antara yang berpendapat
demikian adalah Abdullah bin
Ukaim, Abdullah bin Amru,
Uqbah bin Amir, Abdullah bin
Mas'ud dan para sahabat
beliau seperti Al-Aswad dan
Alqamah. Demikian juga
generasi sesudahnya seperti
Ibrahim An-Nakha'ie dan yang
lainnya -Rahimahullah--.
Tidak syak lagi, bahwa
dengan menahan diri kita
akan lebih bisa mencegah
terjadinya keyakinan yang
dilarang, terutama pada
jaman sekarang ini. Karena
kalau kebanyakan para
Sahabat dan Tabi'ien
melarang pada masa kehidupan
mereka yang agung dan
bernilai, sementara iman
mereka lebih besar dari pada
gunung, tentu pada masa
sekarang ini lebih layak dan
lebih pantas untuk dilarang;
di jaman yang penuh dengan
godaan dan cobaan. Bagaimana
tidak? Dengan adanya
keringanan-keringanan hukum
semacam itu, mereka bisa
saja menggunakannya sebagai
tangga melakukan berbagai
hal yang diharamkan,
menjadikannya sebagai sarana
dan sebagai cara untuk
melakukan
perbuatan-perbuatan haram
tersebut. Di antara
contohnya, bahwa mereka
menuliskan ta'awwuddz, ayat,
surat, bismillah dan
sejenisnya, namun dibawahnya
mereka tuliskan juga
berbagai mantera syetan yang
hanya dapat dikenali oleh
orang yang menelaah
buku-buku mereka. Contoh
lain, bahwa dengan
menggunakan keringanan hukum
itu mereka memalingkan hati
orang banyak dari rasa
tawakkal kepada Allah
menjadi tawakkal kepada apa
yang mereka tulis. Bahkan
banyak orang yang berasa
gentar kepada mereka,
meskipun ia tidak terkena
bahaya apapun dari mereka.
Salah seorang di antara
mereka misalnya datang
kepada orang yang hendak ia
preteli uangnya, sementara
ia sudah tahu bahwa orang
itu sudah demikian
menggandrunginya. Ia
berkata: "Anda akan terkena
musibah ini dan itu pada
keluarga atau harta Anda."
Atau mengatakan:
"Sesungguhnya ada makhluk
halus yang menemani Anda,"
dan sejenisnya. Atau
menggambarkan kepada
berbagai bentuk tanda-tanda
gangguan syetan, dengan
memberi kesan bahwa ia orang
yang tajam firasatnya,
merasa kasihan sekali
kepadanya dan bertekad
menolongnya. Apabila hati
orang yang bodoh dan bebal
itu sudah dipenuhi rasa
takut terhadap semua
gambaran itu, mulailah ia
berpaling dari Allah dan
menghadap kepada dajjal
pembohong itu dengan segenap
hati, bersandar dan
bertawakkal kepadanya, bukan
kepada Allah. Ia akhirnya
terpaksa berkata: "Lalu
bagaimana jalan keluarnya
dari kondisi demikian? Apa
kiat menolak bencana
tersebut?" Seolah-olah orang
itu memiliki kemampuan
memberi mudarrat dan
manfaat. Dengan cara itu,
keinginan dan harapannya
akan tercapai. Semakin
berhasratlah ia untuk
mendapatkan uang yang pasti
akan dikeluarkan oleh sang
korban. Ia akan berkata:
"Kalau Anda mau memberi saja
uang sekian, akan saya
berikan kepada Anda tameng
dari semua itu yang panjang
dan lebarnya sekian dan
sekian." Ia memberikan
gambaran dan menghias-hiasi
ucapannya kepada korbannya
itu. Bahwa tamengnya itu
dapat memelihara dirinya
dari sekian jenis penyakit.
Apakah kita menganggap
perbuatan tersebut dengan
keyakinan itu termasuk
perbuatan syirik kecil?
Tidak, justeru itu termasuk
penyembahan selain Allah,
bertawakkal kepada selain
Allah dan bersandar
kepadanya, bahkan cenderung
kepada perbuatan makhluk dan
mencabut pelakunya dari
agamanya. Syetan hanya mampu
membuat kiat yang semacam
itu dengan pertolongan
saudaranya dari kalangan
syetan manusia.
Firman Allah:
"Katakanlah:"Siapakah yang
dapat memelihara kamu di
waktu malam dan siang hari
selain (Allah) Yang Maha
Pemurah" Sebenarnya mereka
adalah orang-orang yang
berpaling dari mengingati
Rabb mereka…" (Q.S
Al-Anbiyaa : 42)
Kemudian di samping
menuliskan mantera-mantera
syetannya, ia juga
menuliskan ayat-ayat
Al-Qur'an dan
mengalungkannya tanpa
bersuci lagi, dalam keadaan
berhadats kecil maupun
besar. Dengan itu, mereka
sama sekali tidak menyucikan
Al-Qur'an itu dari segala
yang tak pantas. Demi Allah!
Tidak ada seorangpun
musuhi-musuh Allah yang
menghina Kitab-Nya
sebagaimana penghinaan yang
dilakukan oleh orang-orang
yang mengaku muslim itu. Dan
demi Allah! Al-Qur'an itu
hanya diturunkan untuk
dibaca, diamalkan dan
diikuti perintah-perintahnya
serta dijauhi
larangan-larangannya,
dipercayai beritanya dan
dipatuhi aturannya, diambil
pelajaran dari permisalan
yang diberikannya dan dari
kisah-kisah yang tercantum
di dalamnya, lalu diimani
seluruhnya (semuanya berasal
dari sisi Rabb kami).
Sementara mereka justeru
telah melanggar itu semua
dan mencampakkannya di
belakang punggung mereka.
Mereka hanya menghafal
kulitnya saja, untuk
dijadikan alat mencari makan
dan mengais rezeki
sebagaimana berbagai cara
lain yang mereka gunakan
untuk memperoleh yang haram,
bukan yang halal. Kalau ada
seorang raja atau gubernur
yang menyuruh bawahannya
untuk mengerjakan sesuatu,
meninggalkan hal-hal
tertentu, menyuruh demikian
dan melarang demikian, dan
sejenisnya, lalu bawahannya
itu mengambil surat perintah
itu tanpa membacanya, tidak
memikirkannya baik perintah
maupun larangannya, tidak
juga ia sampaikan kepada
orang lainnya harus
mengetahuinya, namun ia
hanya mengalungkanya di
lehernya, atau mengikatnya
tanpa mengindahkan
sedikitpun isinya sama
sekali; sudah tentu, sang
raja akan memberinya hukuman
seberat-beratnya dan pasti
akan memberikan kepadanya
siksaan yang pedih. Apalagi
bila titah itu adalah yang
diturunkan oleh Yang Maha
Perkasa Pemilik langit dan
bumi, yang memiliki
sifat-sifat yang tinggi di
langit dan di bumi, Yang
berhak atas segala pujian di
dunia dan di akhirat, yang
segala urusan dikembalikan
kepada-Nya. Beribadahlah
kepada-Nya, bertawakkallah
kepada-Nya. Dia-lah Yang
Mencukupi diri kita, tidak
ada yang berhak diibadahi
secara benar melainkan Dia.
Dia adalah Rabb dari Arsy
yang agung. Jadi, bila jimat
itu berasal dari selain
Al-Qur'an dan Hadits, maka
itu adalah syirik yang
jelas. Bahkan sama bentuknya
dengan undian menggunakan
cawan-cawan sebagai penentu
sikap (di masa jahiliyyah),
ditilik dari jauhnya dari
sifat-sifat Islam terdahulu.
Apabila jimat itu berasal
dari selain Al-qur'an dan
hadits, bahkan berasal dari
mantera-mantera Yahudi dan
para penyembah kuil,
bintang-bintang dan para
malaikat, atau berasal dari
para pelayan jin dan
sejenisnya, atau berasal
dari permata, tali senar
atau kalung besi dan
sejenisnya, maka semua itu
adalah syirik. Yakni bahwa
mengalungkannya sebagai
jimat adalah syirik, tidak
diragukan lagi. Karena bukan
termasuk cara yang
dibolehkan, dan bukan
termasuk pengobatan yang
lazim. Justeru dengan cara
itu mereka meyakini secara
lepas bahwa semua itu dapat
menolak bahaya ini dan itu,
yakni bahaya berbagai rasa
sakit, karena khasiatnya.
Mereka berkeyakinan dalam
hal itu sebagaimana yang
diyakini oleh para penyembah
berhala terhadap berhala
mereka. Mirip atau bahkan
serupa dengan
berhala-berhala terbuat dari
cawan-cawan di masa
jahiliyyah yang dijadikan
alat mengundi, kalau mereka
menginginkan sesuatu. Yakni
cawan-cawan yang diberi
tulisan, salah satunya
berisi tulisan: "Lakukan,"
yang kedua: "Jangan
lakukan," sedang yang
ketiga: "Biarkan." Kalau
yang keluar adalah yang
bertulisan "lakukanlah,"
maka segera dilakukan. Bila
yang keluar adalah yang
bertulisan "jangan lakukan,"
mereka tidak jadi
mengerjakannya. Dan bila
yang keluar adalah yang
bertulisan "biarkan," mereka
mengocoknya kembali. Allah
telah menggantikan cara itu
untuk kita dengan cara yang
lebih baik, Al-Hamdulillah,
yakni shalat istikharah
berikut doanya.
Sasaran pembahasan di sini,
bahwa semua jenis jimat yang
tidak berasal dari Al-Qur'an
dan Hadits adalah syirik,
seperti undian dengan cawan
tadi, dilihat dari keyakinan
batil dan pelanggaran
terhadap syariat Allah,
serta jauhnya perbuatan itu
dari sifat-sifat Islam
sesungguhnya, yakni dari
ciri khas Islam. Karena Ahli
Tauhid sejati amatlah jauh
dari sikap semacam itu. Iman
dalam hati mereka terlalu
besar untuk bisa dimasuki
keyakinan semacam itu.
Mereka terlalu mulia dan
terlalu bagus keyakinannnya
untuk harus bertawakkal
kepada selain Allah, atau
bertakwa kepada selain-Nya.
Wa billahit Taufik."
(Ma'arijul Qabul II :
510-512)
Sementara pendapat yang
melarang menggunakan jimat
meskipun berasal dari
Al-Qur'an sekalipun adalah
pendapat guru-guru kami.
3. Al-Lajnah Ad-Daa-imah
menyatakan:
"Para ulama bersepakat
tentang haramnya menggunakan
jimat dari selain Al-Qur'an.
Namun mereka masih berbeda
pendapat bila berasal dari
Al-Qur'an. Di antara mereka
ada yang membolehkannya dan
ada juga yang melarangnya.
Namun pendapat yang melarang
itu lebih kuat, berdasarkan
keumuman hadits-hadits yang
ada, dan demi mencegah
terjadinya keharaman."
(Syaikh Ibnu Baaz
-Rahimahullah-- , Syaikh
Abdullah Ibnu Ghadiyan dan
Syaikh Abdullah bin Qu'uud.
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa-imah
I : 212)
4. Syaikh Al-Albani
-Rahimahullah-berkata:
"Kesesatan ini masih saja
meraja-lela di kalangan
orang-orang badui, para
petani bahkan juga
orang-orang kota. Di
antaranya adalah sejenis
kalung yang digantungkan
oleh para supir di depan
mereka di kaca mobil.
Sebagian mereka ada yang
menggantungkan sendal butut
di depan atau di belakang
mobil. Ada lagi yang bahkan
menggantungkan sepatu kuda
di muka rumah atau tokonya.
Menurut keyakinan mereka,
semua itu untuk menolak
sihir. Dan banyak lagi
berbagai hal lain yang
meraja lela di mana-mana
karena tidaktahuan orang
terhadap tauhid dan yang
menjadi lawan tauhid, yakni
berbagai perbuatan syirik
dan berhalaisme (paganisme).
Seluruh rasul diutus dan
seluruh kitab diturunkan
semata-mata hanya untuk
menyanggah dan memberantas
semua itu. Hanya kepada
Allah-lah kita mengadukan
ketidaktahuan kaum muslimin
sekarang dan jauhnya mereka
dari agama-Nya." (Silsilatul
ahadits Ash-Shahihah 492, I
: 890) Wallahu A'lam. Nah
itulah pemahaman dan
pengertian memakai jimat.
sebagai cara metode bathin
maka sarana menggunakan
jimat supaya tepat dan tidak
menggantungkan,maka,carilah
atau memakailah jimat atau
sarana yang postif,dan tidak
menuhankan jimat itu sendiri
melainkan jimat itu benda
mati,dan dijadikan daya pacu
bagi pemakainya.
|